Kelapa Sawit
Kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq
) diyakini berasal dari Afrika Barat,walaupun demikian ,kelapa sawit
ternyata cocok dikembangkan diluar area asalnya ,termasuk di Indonesia.
pada tahun 1848, Pemerintah
colonial Belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari Mauritius , Afrika Barat
dan Amsterdam masing-masing dua batang yang kemudian ditanam di Kebun Raya
Bogor. Selanjutnya hasil anakannya dipindahkan ke Deli , Sumatera Utara. Di
Deli ini selama beberapa puluh tahun kelapa sawit telah berkembang biak namun hanya berperan sebagai tanaman hias
disepanjang jalan sehingga potensi yang sesungguhnya belum tergali.
Tercatat beberapa percobaan
pembudidayaan kelapa sawit dilakukan di
Muara Enum tahun 1869, Musi Hulu tabun1870, dan di Belitung tahun 1890, hasilnya
belum memuaskan karena masyarakat petani kebun ragu-ragu terhadap prospek ekonomis
perkebunan kelapa sawit .
Mulai 1911 , barulah kelapa sawit
dibudidayakan secara komersial . Orang
yang merintis usaha ini adalah Adrien Hallet , seorang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa
sawit di Afrika. Ia mengusahakan perkebunan kelapa sawitnya di Sungai
Liput ( Aceh ) dan di Pulu Radja (
Asahan ). Rintisan Hallet kemudian diikuti oleh K. Schadt di daerah Tanah Itam
Ulu ,Kabupaten Batu Bara , Sumatera Utara. Budidaya kelapa sawit yang diusahakan secara komersil oleh A.Hallet dan kemudian diikuti K. Schadt ,menandai
lahirnya perkebunan kelapasawit di Indonesia.
Perkebunan kelapasawit di Indonesia
berkembang pesat di daerah Aceh dan Pantai Timur Sumatera ( Deli ), ekspor
perdana minyak dan intisawit ke Eropa dilakukan tahun 1919.
Pasang surut industri kelapa sawit di
Indonesia sejak masa penjajahan Belanda,
masa pendudukan Jepang, masa revolusi fisik , sampai pemberotakan PRRI/Permesta
, pengambil alihan perusahaan asing oleh Negara, rongrongan politik dari PKI,
telah merubah posisi Indonesia yang semula sebagai pemasok minyak sawit dunia
terbesar tergeser oleh Malaysia.
Barulah pada masa awal orde baru
pengusahaan kelapa sawit dilakukan oleh dua perusahaan,yaitu Perusahaan
Perkebunan Negara dan Perusahaan Besar Swasta Nasional / Asing.
Dominasi perusahaan perkebunan atas
kelapa sawit berakhir pada tahun 1975 ketika pemerintah memberikan kesempatan
kepada masyarakat tani Aek Nabara, Labuhan Batu , Sumatera Utara ,untuk membudidayakan
kelapa sawit dengan menjadi peserta Proyek
Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara (P3RSU), pada proyek tersebut tiap
petani peserta mendapat jatah 2 ha lahan kebun kelapa sawit.
Setelah itu pada tahun 1977/1978
diperkenalkan Pola Perusahaan Inti Rakyat dalam bentuk proyek NES/PIR , yaitu PIR
Lokal, PIR Khusus, PIR Trans, selanjutnya bermunculan perkebunan rakyat swadaya
seperti sekarang ini.
(disarikan dari buku Kelapasawit, usaha budidaya,
pemanfaatan hasil dan aspek pemasaran ,penerbit Penebar Swadaya,1992 )